Monday, June 7, 2010

Melupakan Mantan Terindah



“Yang t’lah kau buat sungguhlah indah, buat diriku susah lupa…”

Bait terakhir dari lagu Kahitna berjudul “Mantan Terindah” ini seakan menjelaskan semua, kenapa melupakan mantan itu selalu menjadi PR yang sangat sulit diselesaikan. Alasannya sesederhana, yang telah dia buat itu sangat indah, jadinya susah lupa.

Nggak perlu ditanya pengalaman putusnya, karena bagaimanapun prosesnya, pasti menyakitkan. Tapi begitu proses sakit itu perlahan menghilang, proses melupakan kenangan indahnya seakan tidak mau lekang.

Meskipun kesannya playboy, nggak pernah jomlo, tukang gonta-ganti cewek, sebenarnya Boy sepanjang kisahnya hanya terobsesi pada sosok mantan terindah, Nuke. Kesederhanaan Nuke, sikap perhatiannya, kata-kata romantisnya yang cerdas tidak perlu bertahun-tahun untuk membuat cowok playboy kayak Boy luluh lantak. Hubungan mereka yang terbilang singkat ini pun harus kandas karena alasan klasik, tidak mendapat restu orang tua.

Memang tidak lama buat Boy untuk menemukan pengganti fisik, tapi pengganti hati, belum tentu... Dari Vera sampai Sadya, bayang-bayang Nuke, hingga angan-angan untuk suatu saat nanti dapat kembali bersamanya seakan tidak pernah hilang. Harapan untuk kembali yang selalu ada tidak seiring dengan kenyataan yang masih tanda tanya. Kalau lo bernasib serupa, ini ada beberapa tip untuk setidaknya membantu melupakan mantan terindah:

1. Jangan hapus FB, block twitter, atau delete pin BB-nya, malah bikin semakin penasaran, dan nggak lupa-lupa.
2. Mulai flirting sama orang lain. Sukur-sukur dapat pengganti yang pas atau bahkan lebih baik. Kalau nggak, setidaknya flirting bisa menyibukkan lo sampai lupa sama mantan.
3. Stop dengerin lagu menye-menye, atau uplifting song. Dengerin lagu yang liriknya nggak penting aja, seperti misalnya BlackEyedPeas yang Boom Boom Pow.
4. Eat, drink, laugh with your best friends!
5. Jalan-jalan! Pergi ke tempat yang menyenangkan. Kalau males sendiri, ajak temen lo yang kece.
6. Stop tweeting how miserable you are!
7. Tonton berita politik. Ini bisa jadi pelarian yang bikin geregetan
8. Berkarya. Bikin sesuatu yang membuat lo bangga terhadap diri sendiri.
9. Jangan kebanyakan curhat, semakin sering curhat, semakin lo mengorek-ngorek kenangan. Daripada curhat mendingan shalat.
10. Cari hobi baru yang membutuhkan keahlian untuk melakukannya, seperti diving, wall-climbing, bahkan mancing.

Kalau masih belum lupa juga, mending nggak usah dilupakan kalau gitu. Dinikmati saja kenangan indahnya. Toh itu kan kenangan indah yang bikin senyum, bukan kenangan buruk yang bikin muka dikulum.

Kalau kenyataan bahwa lo nggak bisa memiliki mantan lo kembali mulai menggerogoti, coba dijajaki saja strategi bagaimana caranya memenangkannya kembali. Kalau masih rasional, lanjutkan, kalau nggak rasional ikuti saja 10 tip di atas.

Selamat menikmati!

Friday, May 7, 2010

Boy Kembali Lagi









Setelah sempat wara-wiri mendengar kabar angin seputar proyek Catatan si Boy yang terintegrasi dalam film, buku, sekaligus soundtrack. Tanggal 28 April lalu, teka-teki itu terjawab sudah dengan penyelenggaraan Press Conference buku Diary Catatan si Boy. Mengapa diary? Karena narasi cerita buku ini memang seolah menggambarkan perjalanan keseharian kehidupan dari sosok fiktif bernama Boy yang sempat menjadi ikon populer di tahun 1980-an dan 1990-an.

Buku yang akan menjadi bagian dari film, maka bagi pecinta setia Boy tidak akan mau melewatkan kesempatan untuk bernostalgia dengan 148 halaman yang akan menyentil sisi sentimental masa lalu. Maka buku ini akan menjawab dengan paket lengkap berupa kumpulan foto istimewa ayang menjadi penggambaran atmosfer penceritaan buku serta lagu-lagu terbaru yang menjadi original soundtrack.

Turut hadir penulis buku, Rio Haminoto, bersama Putrama Tuta, selaku pimpinan project Catatan si Boy 2010, bersama beberapa aktor kebangaan Indonesia. Nama-nama beken seperti Didi Petet hingga para bintang baru yakni Aryo Bayu dan Carissa Putri. Antusiasme media yang hadir dan luapan rasa ingin tahu dari para undangan yang hadir membuktikan fenomena Boy memang tidak pupus oleh zaman. Dan tiba waktunya, Boy kembali lagi.

Monday, March 22, 2010

Gegar Budaya




Bahasa bekennya adalah Culture Shock.

Biasanya dirasakan oleh pelajar-pelajar Indonesia yang baru sekolah di luar negeri, bukan yang sudah lama tinggal disana. Meskipun Boy itu pemuda modern metropolitan, tidak bisa dipungkiri kalau perbedaan budaya itu ada. Yang terpenting adalah bagaimana cara menyikapi gegar budaya menjadi sebuah bentuk asimilasi yang mendewasakan pemikiran, serta wawasan.
Perbedaan budaya bisa mencakup banyak sekali aspek. Yang mungkin paling terasa sama orang Indonesia saat merantau sih biasanya:

1. Makanan
Buat beberapa orang Indonesia, kalau belum makan nasi berarti belum makan. Ada juga yang nggak bisa lepas dari sambal, sampai kemana-mana bawa sambal botolan sampai ke restoran fine dinning sekalipun. Syukur-syukur kalau merantaunya ke negara-negara yang banyak orang Indonesianya, sehingga stok sambal masih cukup banyak. Kalau merantaunya ke negara yang agak tidak terjamah sama orang Indonesia, bisa makin gawat gegar budayanya.
2. Tanpa basa basi
Buat yang terbiasa dengan budaya basa basi, mungkin akan shock dengan gaya bicara apa adanya orang barat yang mungkin berkesan kurang sopan. Tapi justru mereka biasanya lebih tulus, jadi lebih baik dibiasakan saja. Bahkan untuk bilang suka, mereka pun lebih ekspresif, tanpa berkelit, sama halnya dengan mengutarakan pendapat. Kalau setuju bilang setuju, kalau nggak setuju bilang nggak setuju. Sifat nggak enakan nggak berlaku disini.
3. Pergaulan Bebas
Sebenarnya pemuda Jakarta dan kota-kota besar lainnya juga sama saja, cuma mungkin agak ditutup-tutupi, sedangkan disana lebih dirayakan.
4. Individualis
Buat kita yang terbiasa dengan budaya kepo alias ingin tahu urusan orang, di sana mah siap-siap aja sakit hati. Intinya kalau bukan urusan kamu mending nggak usah diurusin, nggak perlu berharap terlalu banyak empati yang akan bikin susah sendiri. Ambil aja keuntungannya, kamu bisa bebas melakukan apa saja asal bertanggung jawab dan nggak merugikan orang lain.
5. Tepat Waktu
Ini sering banget jadi masalah buat orang Indonesia. Kita yang terbiasa telat seringkali jadi bermasalah sendiri dengan budaya tepat waktu mereka. Jadi mendingan gegar budayanya jangan kelamaan deh, langsung cepat-cepat adaptasi aja.

Sebenarnya gegar budaya di negeri orang itu gampang diatasinya, paling lama 2 bulan kamu udah bisa beradaptasi dengan budaya dan kebiasaannya mereka. Yang susah adalah gegar budaya setelah kamu lama di luar negeri, tapi harus balik lagi ke Indonesia.
Sudah siap belum melihat kondisi nyata negeri ini yang nggak se-ideal di negara maju? Nggak mau kan dibilang sok bule sama teman-teman kamu?

Tuesday, March 16, 2010

All That Jazz




Seiring usia, Boy kini gandrung juga sama musik jazz...

Jika Indonesia telah merajai trending topic di twitter hingga terucapkan di dialog film Alice in Wonderland. Maka berbicara musik kelas internasional, festival Java Jazz Festival (JJF) yang mengakomodir hal ini kembali terlaksana di Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, area Jakarta International Expo (JI Expo) di Kemayoran untuk kali ini menjadi venue acara dengan barisan musisi handal seperti Babyface, Toni Braxton, Diane Warren, John Legend, hingga Manhattan Transfer. Jangan lupakan partisipasi pemain lokal yakni Glenn Fredly, Idang Rasjidi, Indra Lesmana, Andien hingga pendatang baru, seperti Dira, Endah N 'Rhesa dan Sandhy Sondoro, yang mencuri perhatian. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 209 performance akan tampil dengan melibatkan 1300 musisi dalam dan luar negeri. Festival ini semakin 'membengkak' dalam skala penyelenggaraan.

Seratus tahun lalu, orang-orang Afro-Amerika yang hidupnya tersepak dan martabatnya terjajah, memproklamasikan jazz sebagai musik egalitarian. Satu lagu yang dipakai sebagai rangka dapat dikreasi-kembali bahkan dikonstruksi-kembali dalam 1001 watak dan gaya permainan yang berbeda. Dan tahun ini, menjadi penanda bahwa event sekelas JJF mampu berimprovisasi dengan menghadirkan beragam jenis dan citarasa musik yang diramu sedemikian ruap sehingga mampu menarik atensi publik di luar komunitas fanatik jazz. Musik ini menjadi lebih komersial dan memasyarakat? Mengapa tidak? Bahkan tokoh besar seperti Presiden SBY meluangkan waktu dengan menyaksikan penampilan Diane Warren atau wakil presiden Boediono yang melongok beberapa tembang laris Babyface selama acara.

Dengan area lebih besar dan penampilan musisi yang semakin bertambah secara kuantitas. Banayk komentar miring soal Java Jazz kali ini. ”Social climber yang sebenarnya tidak mengerti jazz,” komentar seorang teman yang kerap berpandangan skeptis mengenai para pengunjung yang membludak pada event kali ini. Memang terlihat adanya percampuran dari berbagai kalangan, baik usia maupun kelas ekonomi. Bukan itu saja, percampuran terjadi dari musik-musik yang tampil. Jazz tidak hanya berkutat seputar nge-jam dengan instrumen seperti bass ata saxophone, yang biasa dikenal fanatik jazz. Aliran musik lain turut mendapatkan kesempatan untuk tampil dengan mengusung istilah contemporary jazz atau fusion jazz. Apapun istilahnya, publik secara perlahan mulai semakin menerima keberadaan JJF sebagai festival musik kelas Internasional. ”Java Music Festival?” komentar teman satu lagi tentang gado-gado musik di ajang ini.

”Festival memang seharusnya terjadi seperti ini, kebetulan para penonton telah terbiasa dengan penyelenggaraan di Jakarta Convention Center yang berlangsung pada tahun-tahun sebelumnya,” komentar seorang penonton setia JJF. Berbicara tentang kenyamanan, akses masuk ke lokasi venue, pengaturan parkir, cuaca, denah lokasi, hingga mekanisme penjualan makanan yang terasa kurang praktis menjadi catatan tersendiri di JJF kali ini. Tidak terpungkiri, ajang JJF telah mampu menyedot atensi pecinta musik Indonesia dan berhasil mendatangkan musisi handal kelas dunia. ”Dan, suatu kebanggaan kita di Indonesia, kali ini kita dikunjungi Dianne Warren, salah satu penulis lagu terbesar di dunia. Kalau lagu-lagu The Beatles dan Elton John dikumpulin, mungkin lagu-lagu karya Dianne Warren akan lebih banyak,” ujar Peter F. Gontha, Founder Chairman Java Jazz.

Penasaran? Datang aja bareng=bareng Boy tahun depan! Dijamin ciamik!

Saturday, March 13, 2010

Keliling Dunia I





Nggak tau apa jadinya Boy tanpa jalan-jalan...

Mungkin memang karena ada faktor keberuntungan juga kalau Boy dibesarkan di keluarga berada, sehingga kesempatan untuk jalan-jalan itu selalu terbuka. Tapi nggak semua orang kaya juga memanfaatkan kelebihan materinya untuk melihat dunia.

Sebenarnya sih itu masalah penempatan prioritas aja. Disaat orang-orang dengan hamburnya menghabiskan lebih dari 5 juta rupiah lebih untuk sebuah Blackberry terbaru, ada yang memilih menabung 3 bulan untuk sekedar liburan ke Lombok saat cuti. Abis itu mungkin duitnya langsung abis, tapi bisa jadi pula kepuasannya lima kali lipat daripada memiliki sebuah blackberry terbaru.

Beberapa orang bilang Boy terlalu beruntung sudah melihat banyak tempat mengagumkan di dunia, tapi bukankah kita yang memilih keberuntungan kita sendiri. Disaat orang begitu nyaman nggak mau pisah sama pujaan hatinya, Boy memilih berkorban meninggalkan kekasih hati demi keberuntungan lain, yaitu untuk melihat dunia.

Dimulai dari the City of Angels, LA, tujuan utama banyak pelajar Indonesia sebelum krismon. Ada yang bilang LA is the real fashion capital. Mungkin karena banyak sekali beautiful people yang berceceran di jalan, terutama sepanjang Santa Monica boulevard, Beverly Hills, dan Melrose Avenue. Tapi LA lebih dari itu buat Boy. Disini Boy mulai belajar mengenal arti hidup, arti cinta, artinya jadi dewasa dan maknanya menjadi bahagia.

Semua orang punya cara sendiri untuk bahagia, ada yang hobinya kumpul-kumpul teruuus sama teman, ada yang kerjaannya pacaran terus, ada yang ngumpulin duit terus, kalau Boy sih ya jalan-jalan terus, mungkin suatu saat nanti bisa lebih lengkap kebahagiannya kalau jalan-jalannya ditemenin juga sama kekasih hati...

Tunggu cerita-cerita Boy dari belahan dunia lain, yang jelas pesan Boy cuma satu,

Go explore!! The earth..., I mean your home is alot more beautiful and exciting than just malls and clubs.

Friday, February 19, 2010

Nggak Pernah Bandel


Is Boy too good to be true?

Sebagai pemuda metropolis yang gaul pada jamannya, kaya, ganteng juga, godaan untuk jadi pemuda begajulan seharusnya menjadi makanan sehari-hari buat Boy. Lagipula siapa sih yang nggak pernah ditawarin minum atau narkoba pas lagi ajojing di diskotik? Apalagi Boy juga termasuk hobi ke Ebony.

Mungkin terdengar klise, tapi Boy adalah pemuda yang kebahagiaannya lengkap. Punya keluarga yang penuh kasih saying, punya teman yang setia dan saling mendukung, hampir nggak pernah jomlo, punya materi yang lebih dari cukup, hingga tidak punya alasan lagi untuk mencari kebahagiaan lain dari hal-hal yang nantinya bisa merugikan dia dan orang-orang yang sayang sama dia. Ceileeee...

Tapi kalau kita lihat pergaulan remaja sekarang dengan waktu jamannya Boy dulu, sebenarnya nggak beda-beda jauh yah. Dari dulu mereka udah ajojing di diskotik, mabok juga, narkoba juga udah ada, Cuma beda gaya aja. Kalau dulu bandel itu agak diam-diam, kalau sekarang ABG-ABG-nya bangga banget kayaknya kalau pernah melakukan sebuah kebandelan.

Nggak sengaja beberapa waktu lalu terjebak dalam pembicaraan sebuah geng anak muda yang doyan ajojing di diskotik. Pembicaraan mereka ngga jauh-jauh dari keseruan mereka pas mabok, pas lagi “tripping”, siapa ciuman sama siapa, siapa yang karena mabok berhasil tidur sama siapa... Kayaknya seru banget dan bangga banget kalau sudah melakukan sebuah kebandelan.

Di tengah keseruan obrolan mereka tiba-tiba seseorang dari mereka nyeletuk,
Teman 1: "Eh lo mantannya si A kan?"
Gue: "Hah? tau dari mana loh?... nggak kok... (sambil lirak lirik)"

Tiba-tiba hening sejenak, semua fokus ke gue....

Teman 2: "Iyyaa,,, denger-denger juga lo pernah deket sama si B kan? Gila juga lo yah?

Teman 3: "Iya, gimana tuh ceritanya pas si C ngajakin lo tidur? gue denger-denger dia (sensor) yah? Wahh, bener nggak sih?

Nah loh sekarang malahan gue yang jadi topik pembicaraan karena dianggap super bandel gara-gara pernah deket sama si A, dan si B yang, dan si C, dan si D.
Nggak tau deh darimana mereka dapet informasi itu semua, padahal nggak satupun gue konfirmasi kebenarannya, bahkan gue cuma diam sambil misum-misum.

Seketika gue menjadi pusat obrolan malam itu, pengalaman bandel gue dianggap yang paling seru karena berbeda dengan mereka. Saat itu pula I feel so related to Boy, yang terkenal suka gonta ganti cewek.

Kalaupun buat sebagian orang Boy dibilang bandel, yang jelas bandelnya Boy itu sadar, nggak pake mabok, nggak beresiko ditangkep polisi. Bandelnya Boy pake hati...

Sunday, February 14, 2010

Cewek Ideal


Ada nggak sih yang namanya cewek ideal?

Bisa nggak kita menganalogikan cewek ideal sebagai cewek sempurna? Tentunya dengan standar yang tidak sama untuk tiap orang. Ada yang menganggap ideal atau sempurna itu sudah cukup dengan pintar dan setia, ada juga yang harus ditambah dengan kriteria cantik, baik, solehah, bisa masak, nggak suka main, bisa ngurus anak, orang tuanya nggak rese, patuh pada suami... ideal lah pokoknya.

Kalau kita ingat-ingat lagi dalam cerita Catatan Si Boy, siapa cewek yang paling ideal menurut Boy? Mungkin dari semua yang pernah singgah di hati dan di bibirnya Boy, hanya Nuke yang menurut Boy paling ideal. Cantik, pinter, baik, pengertian, nggak matre, kriterianya nggak banyak-banyak, tapi segala perbuatannya selama mereka berpacaran sudah cukup membuat hati Boy tertambat pada Nuke untuk waktu yang lama. Kekurangan Nuke memang tidak banyak diceritakan dalam buku Catatan Si Boy, tetapi kesempurnaannya justru membuat cewek “baik-baik” ini terlalu dijaga oleh orang tuanya. Campur tangan mereka membuat Boy dan Nuke tak bisa bersama.

Kemudian hadirlah Vera, cewek super cantik, kaya, easy going, modern, dan tentunya sexy abiiss!! Secara fisik Vera sempurna banget, nggak ada laki-laki “lurus” yang nggak mau sama dia. Tapi Vera juga manja, ke-bule-bule-an, dan bikin capek, karena ternyata nggak cuma Boy yang ngejar-ngejar doi.

Seorang lagi cewek yang buat Boy sempurna banget adalah Sadya. Saat Boy bertemu Sadya di Bordeux, Perancis, Boy merasa semua kualitas-kualitas terbaik yang Boy harapin dari cewek ada di dirinya. Pinter, cantik, tawakal (kelihatannya), sopan, semua deh pokoknya. Tapi konsep jatuh cinta pada pandangan pertama yang selalu diimani oleh Boy selama ini, ternyata ditolak mentah-mentah oleh Sadya. Alasannya masuk akal;

“Kalau kamu mendasari cinta kamu dengan perasaan jatuh cinta yang seperti itu, you will never stop looking! Hari kemarin kamu jatuh cinta sama mantan-mantan kamu, hari ini sama saya, dan besok atau tahun depan kamu jatuh cinta sama yang lain. It will never end! Pada akhirnya perempuan yang akan menjadi pihak yang diugikan.”
Sebuah penjelasan yang sontak membuat Boy berpikir, sekaligus mokal, karena ini adalah kali pertamanya Boy ditolak cewek.

Pencarian sosok ideal atau sempurna memang gampang-gampang susah. Ada yang sangat dimudahkan dipertemukan dengan jodoh sempurnanya, ada yang harus melalui puluhan momen sakit hati, ada pula yang nggak pernah puas, selalu merasa ada yang kurang sempurna dari pasangannya.

Tapi untuk apa sih kita mencari pasangan yang sempurna? Sempurna itu tidak membuat kita dewasa, sempurna itu tidak membuat kita berpikir...

Seharusnya kita sudah bisa bersyukur mendapatkan pasangan yang membuat kita berpikir, sehingga kita bisa cukup dewasa menemukan solusi dari tiap masalah percintaan yang mungkin terjadi.