Tuesday, March 16, 2010
All That Jazz
Seiring usia, Boy kini gandrung juga sama musik jazz...
Jika Indonesia telah merajai trending topic di twitter hingga terucapkan di dialog film Alice in Wonderland. Maka berbicara musik kelas internasional, festival Java Jazz Festival (JJF) yang mengakomodir hal ini kembali terlaksana di Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, area Jakarta International Expo (JI Expo) di Kemayoran untuk kali ini menjadi venue acara dengan barisan musisi handal seperti Babyface, Toni Braxton, Diane Warren, John Legend, hingga Manhattan Transfer. Jangan lupakan partisipasi pemain lokal yakni Glenn Fredly, Idang Rasjidi, Indra Lesmana, Andien hingga pendatang baru, seperti Dira, Endah N 'Rhesa dan Sandhy Sondoro, yang mencuri perhatian. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 209 performance akan tampil dengan melibatkan 1300 musisi dalam dan luar negeri. Festival ini semakin 'membengkak' dalam skala penyelenggaraan.
Seratus tahun lalu, orang-orang Afro-Amerika yang hidupnya tersepak dan martabatnya terjajah, memproklamasikan jazz sebagai musik egalitarian. Satu lagu yang dipakai sebagai rangka dapat dikreasi-kembali bahkan dikonstruksi-kembali dalam 1001 watak dan gaya permainan yang berbeda. Dan tahun ini, menjadi penanda bahwa event sekelas JJF mampu berimprovisasi dengan menghadirkan beragam jenis dan citarasa musik yang diramu sedemikian ruap sehingga mampu menarik atensi publik di luar komunitas fanatik jazz. Musik ini menjadi lebih komersial dan memasyarakat? Mengapa tidak? Bahkan tokoh besar seperti Presiden SBY meluangkan waktu dengan menyaksikan penampilan Diane Warren atau wakil presiden Boediono yang melongok beberapa tembang laris Babyface selama acara.
Dengan area lebih besar dan penampilan musisi yang semakin bertambah secara kuantitas. Banayk komentar miring soal Java Jazz kali ini. ”Social climber yang sebenarnya tidak mengerti jazz,” komentar seorang teman yang kerap berpandangan skeptis mengenai para pengunjung yang membludak pada event kali ini. Memang terlihat adanya percampuran dari berbagai kalangan, baik usia maupun kelas ekonomi. Bukan itu saja, percampuran terjadi dari musik-musik yang tampil. Jazz tidak hanya berkutat seputar nge-jam dengan instrumen seperti bass ata saxophone, yang biasa dikenal fanatik jazz. Aliran musik lain turut mendapatkan kesempatan untuk tampil dengan mengusung istilah contemporary jazz atau fusion jazz. Apapun istilahnya, publik secara perlahan mulai semakin menerima keberadaan JJF sebagai festival musik kelas Internasional. ”Java Music Festival?” komentar teman satu lagi tentang gado-gado musik di ajang ini.
”Festival memang seharusnya terjadi seperti ini, kebetulan para penonton telah terbiasa dengan penyelenggaraan di Jakarta Convention Center yang berlangsung pada tahun-tahun sebelumnya,” komentar seorang penonton setia JJF. Berbicara tentang kenyamanan, akses masuk ke lokasi venue, pengaturan parkir, cuaca, denah lokasi, hingga mekanisme penjualan makanan yang terasa kurang praktis menjadi catatan tersendiri di JJF kali ini. Tidak terpungkiri, ajang JJF telah mampu menyedot atensi pecinta musik Indonesia dan berhasil mendatangkan musisi handal kelas dunia. ”Dan, suatu kebanggaan kita di Indonesia, kali ini kita dikunjungi Dianne Warren, salah satu penulis lagu terbesar di dunia. Kalau lagu-lagu The Beatles dan Elton John dikumpulin, mungkin lagu-lagu karya Dianne Warren akan lebih banyak,” ujar Peter F. Gontha, Founder Chairman Java Jazz.
Penasaran? Datang aja bareng=bareng Boy tahun depan! Dijamin ciamik!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment