Friday, February 19, 2010

Nggak Pernah Bandel


Is Boy too good to be true?

Sebagai pemuda metropolis yang gaul pada jamannya, kaya, ganteng juga, godaan untuk jadi pemuda begajulan seharusnya menjadi makanan sehari-hari buat Boy. Lagipula siapa sih yang nggak pernah ditawarin minum atau narkoba pas lagi ajojing di diskotik? Apalagi Boy juga termasuk hobi ke Ebony.

Mungkin terdengar klise, tapi Boy adalah pemuda yang kebahagiaannya lengkap. Punya keluarga yang penuh kasih saying, punya teman yang setia dan saling mendukung, hampir nggak pernah jomlo, punya materi yang lebih dari cukup, hingga tidak punya alasan lagi untuk mencari kebahagiaan lain dari hal-hal yang nantinya bisa merugikan dia dan orang-orang yang sayang sama dia. Ceileeee...

Tapi kalau kita lihat pergaulan remaja sekarang dengan waktu jamannya Boy dulu, sebenarnya nggak beda-beda jauh yah. Dari dulu mereka udah ajojing di diskotik, mabok juga, narkoba juga udah ada, Cuma beda gaya aja. Kalau dulu bandel itu agak diam-diam, kalau sekarang ABG-ABG-nya bangga banget kayaknya kalau pernah melakukan sebuah kebandelan.

Nggak sengaja beberapa waktu lalu terjebak dalam pembicaraan sebuah geng anak muda yang doyan ajojing di diskotik. Pembicaraan mereka ngga jauh-jauh dari keseruan mereka pas mabok, pas lagi “tripping”, siapa ciuman sama siapa, siapa yang karena mabok berhasil tidur sama siapa... Kayaknya seru banget dan bangga banget kalau sudah melakukan sebuah kebandelan.

Di tengah keseruan obrolan mereka tiba-tiba seseorang dari mereka nyeletuk,
Teman 1: "Eh lo mantannya si A kan?"
Gue: "Hah? tau dari mana loh?... nggak kok... (sambil lirak lirik)"

Tiba-tiba hening sejenak, semua fokus ke gue....

Teman 2: "Iyyaa,,, denger-denger juga lo pernah deket sama si B kan? Gila juga lo yah?

Teman 3: "Iya, gimana tuh ceritanya pas si C ngajakin lo tidur? gue denger-denger dia (sensor) yah? Wahh, bener nggak sih?

Nah loh sekarang malahan gue yang jadi topik pembicaraan karena dianggap super bandel gara-gara pernah deket sama si A, dan si B yang, dan si C, dan si D.
Nggak tau deh darimana mereka dapet informasi itu semua, padahal nggak satupun gue konfirmasi kebenarannya, bahkan gue cuma diam sambil misum-misum.

Seketika gue menjadi pusat obrolan malam itu, pengalaman bandel gue dianggap yang paling seru karena berbeda dengan mereka. Saat itu pula I feel so related to Boy, yang terkenal suka gonta ganti cewek.

Kalaupun buat sebagian orang Boy dibilang bandel, yang jelas bandelnya Boy itu sadar, nggak pake mabok, nggak beresiko ditangkep polisi. Bandelnya Boy pake hati...

Sunday, February 14, 2010

Cewek Ideal


Ada nggak sih yang namanya cewek ideal?

Bisa nggak kita menganalogikan cewek ideal sebagai cewek sempurna? Tentunya dengan standar yang tidak sama untuk tiap orang. Ada yang menganggap ideal atau sempurna itu sudah cukup dengan pintar dan setia, ada juga yang harus ditambah dengan kriteria cantik, baik, solehah, bisa masak, nggak suka main, bisa ngurus anak, orang tuanya nggak rese, patuh pada suami... ideal lah pokoknya.

Kalau kita ingat-ingat lagi dalam cerita Catatan Si Boy, siapa cewek yang paling ideal menurut Boy? Mungkin dari semua yang pernah singgah di hati dan di bibirnya Boy, hanya Nuke yang menurut Boy paling ideal. Cantik, pinter, baik, pengertian, nggak matre, kriterianya nggak banyak-banyak, tapi segala perbuatannya selama mereka berpacaran sudah cukup membuat hati Boy tertambat pada Nuke untuk waktu yang lama. Kekurangan Nuke memang tidak banyak diceritakan dalam buku Catatan Si Boy, tetapi kesempurnaannya justru membuat cewek “baik-baik” ini terlalu dijaga oleh orang tuanya. Campur tangan mereka membuat Boy dan Nuke tak bisa bersama.

Kemudian hadirlah Vera, cewek super cantik, kaya, easy going, modern, dan tentunya sexy abiiss!! Secara fisik Vera sempurna banget, nggak ada laki-laki “lurus” yang nggak mau sama dia. Tapi Vera juga manja, ke-bule-bule-an, dan bikin capek, karena ternyata nggak cuma Boy yang ngejar-ngejar doi.

Seorang lagi cewek yang buat Boy sempurna banget adalah Sadya. Saat Boy bertemu Sadya di Bordeux, Perancis, Boy merasa semua kualitas-kualitas terbaik yang Boy harapin dari cewek ada di dirinya. Pinter, cantik, tawakal (kelihatannya), sopan, semua deh pokoknya. Tapi konsep jatuh cinta pada pandangan pertama yang selalu diimani oleh Boy selama ini, ternyata ditolak mentah-mentah oleh Sadya. Alasannya masuk akal;

“Kalau kamu mendasari cinta kamu dengan perasaan jatuh cinta yang seperti itu, you will never stop looking! Hari kemarin kamu jatuh cinta sama mantan-mantan kamu, hari ini sama saya, dan besok atau tahun depan kamu jatuh cinta sama yang lain. It will never end! Pada akhirnya perempuan yang akan menjadi pihak yang diugikan.”
Sebuah penjelasan yang sontak membuat Boy berpikir, sekaligus mokal, karena ini adalah kali pertamanya Boy ditolak cewek.

Pencarian sosok ideal atau sempurna memang gampang-gampang susah. Ada yang sangat dimudahkan dipertemukan dengan jodoh sempurnanya, ada yang harus melalui puluhan momen sakit hati, ada pula yang nggak pernah puas, selalu merasa ada yang kurang sempurna dari pasangannya.

Tapi untuk apa sih kita mencari pasangan yang sempurna? Sempurna itu tidak membuat kita dewasa, sempurna itu tidak membuat kita berpikir...

Seharusnya kita sudah bisa bersyukur mendapatkan pasangan yang membuat kita berpikir, sehingga kita bisa cukup dewasa menemukan solusi dari tiap masalah percintaan yang mungkin terjadi.

Wednesday, February 10, 2010

Keluarga Boy


Sebagai idola remaja pada masanya, godaan untuk jadi remaja begajulan tentunya nggak pernah lepas dari Boy. Kalau nggak di rem, bukan nggak mungkin Boy bisa jadi pemuda yang doyan narkoba, menghamili cewek, dan nggak punya masa depan. Tapi syukurnya Boy selalu punya rem itu, rem yang membuatnya menjadi seorang yang soleh, bertanggung jawab, penyayang, dan cukup tekun belajar.

Dalam catatannya, rem-nya ini adalah keluarga. Mereka yang menjadi alasan kenapa Boy selalu bertindak hati-hati dalam setiap keputusan yang akan dibuatnya. Rasa sayangnya Boy terhadap keluarga membuatnya tidak pernah terlalu ‘bandel’ terjerumus dalam pergaulan bebas.

Selain Mr. Bo alias Bokap dan Mrs Nyo, atau Nyokap, satu orang lagi yang menjadi keluarga inti Boy adalah seorang perempuan cantik bernama Raden Rono Putri Inaya Djojodiningrat, panggilannya Ina. Tapi karena pinggulnya Ina ini nonggeng banget terutama pas lagi jalan, makanya dia dipanggil Si Nonggeng.

Boy selalu percaya suatu pepatah yang bilang, “teman adalah keluarga yang engkau pilih, namun keluarga adalah nasib yang harus engkau terima.” Hanya ada dua orang teman yang Boy pilih menjadi keluarganya. Andi, atau yang sering dipanggil Kendi karena waktu kecil badannya mirip gentong, dan Emon.

Andi adalah teman Boy dari TK sampai SMU, nggak tau kenapa mereka selalu satu kelas. Satu kejadian yang membuat Boy nggak bisa lupa adalah saat ulang tahunnya yang ke-11. Saat itu Kendi beliin Boy buah semangka yang dibolongin kulitnya, kemudian ditancepin lilin di atasnya. Terus dia nyanyi selamat ulang tahun sendirian.

Soo sweet..., tampang kayak Kendi ternyata bisa juga jadi melankolis begitu. Kendi memang tampangnya doang yang Rambo, ternyata hatinya Rinto. Selidik punya selidik, ternyata itu semangka didapat dari kulkas neneknya, karena saat itu kiriman doku dari Mr. Bo belum nyampe.

Setiap orang pasti punya satu kenangan kejadian yang pernah dilakukan seseorang yang sangat membekas, sehingga mereka bisa memilih orang itu sebagai bagian dari keluarganya.

Ada yang menganggap temannya adalah keluarga, semata-mata karena alasan senasib sepenanggungan. Sama-sama broken home, sama-sama doyan mabok di disko, sama-sama begajulan.
Ada pula yang menganggap temannya keluarga karena bisa bersimbiosis parasitisme. Alias dia bisa mendapat keuntungan besar berkat mendompleng temannya yang kaya raya ini.
Ada lagi seorang artis terkenal yang begitu naifnya menganggap seseorang itu keluarga, cuma karena orang ini satu-satunya yang mau mendengar curhatannya. Padahal sih hari berikutnya curhatan tadi tanpa dia sadari sudah menjadi konsumsi publik dengan tambahan bumbu-bumbu.

Ada pepatah yang bilang,
“Only your real friends will tell you when your face is dirty...”

Itu pula yang dilakukan Kendi dan Emon, mereka nggak pernah segan mengingatkan Boy, bilang saat Boy salah pilih, siap membela saat Boy tertimpa musibah.

Menyimak kisah persahabatan Boy, Kendi, Emon, dan Ina dalam Catatan Si Boy seharusnya membuat kita berkaca dan bertanya, “Do we know who’s our real family is?”

Tuesday, February 9, 2010

Tentang Emon


Kalau mendengar kata Emon, hal apa yang pertama kali ada di pikiran kamu...? Banser? Rumpi? Wece? Atau Didi Petet? Atau justru celetukan-celetukan seperti;

“deuu kendi, dasar rumpii!!!”
“Te’ereh deh Mas Boy!”
“Ada MACAN ne... MACAN!!”

Tapi apa kamu masih ingat nama aslinya Emon? Kalau yang ini mungkin ini nggak banyak yang tahu. Sekedar mengingatkan kembali kalau nama aslinya Emon itu Raymond, nama resminya Eko Mondial... Jangan tanya nama sesuai akte kelahiran yah, kalau itu mah mending kamu temukan saja jawabannya di novelnya yang akan terbit bulan depan.

Buat kita-kita yang masa ABG-nya dihabiskan dengan nongkrong di sekitaran Melawai, karakter Emon pasti punya kenangan tersendiri. Justru terkadang Emon yang sering dipanggi “banser” ini lebih populer dan lebih banyak penggemarnya dibanding Mas Boy. Tapi pernah kepikiran nggak sih apa yang membuat Boy bisa sayang banget sama Emon?

Boy pertama kali kenal Emon dari Jackie, mantan sosotannya Boy. Nah si Jackie ini kakaknya Emon. Kebetulan juga Emon kan satu kampus sama Ina, jadi deh Emon sering main juga sama Boy dan Kendi, katanya sih biar jadi... Jantan!

Nggak semua laki-laki ‘tulen’ lo bisa nyaman temenan sama Emon, tapi Boy bisa menganggap Emon itu keluarga. Bahkan nggak jarang juga Boy menerima ide-ide dan pendapat yang cemerlang dari Emon, meskipun kadang-kadang suka rumpiii.

Ke’rumpi’an Emon itu biasanya ditunjukan atas dasar sayang. Misalnya pas Emon disuruh nemenin Boy berangkat ke LA untuk sekolah, Emon melakukannya dengan sepenuh hati, niatnya untuk jagain Boy, sekaligus mengingatkan kalau sampai-sampai Boy salah arah. Walaupun manja, tapi justru Emon lah yang sering belanja-belenji buat keperluan Boy, nyiapin buku-buku kuliahnya, sampai nyeterikain baju-bajunya . Saat Emon sudah harus pulang ke Jakarta, Emon sempat berpesan,

“Udah ya Mas Boy. Tugas Emon selesai sudah disini. Emon udah anterin Mas Boy sampai LA. Emon anterin Mas Boy sebagai orang baik-baik, keluar dari LA juga harus tetap jadi orang baik-baik ya Mas! Kalau rusak Emon cekal masuk Jakarta! Kalau Mas Boy sampai rusak di LA, entar Emon bisa kena penyakit HVS lho!”
“Penyakit apaan tuh HVS Mon? Ada juga HIV yang gue tau!” Tanya Boy
HVS... Hati Verih Sekali!!”

Mengikuti Catatan Si Boy membuat kita lebih banyak terfokus pada kisah cinta Boy dengan cewek-ceweknya, tugas Emon adalah sebagai karakter penghibur yang kebetulan selalu mencuri perhatian. Pernah kebayang nggak sih kira-kira kisah cinta Emon itu seperti apa? Kenapa dia begitu peduli sama Mas Boy? Apakah Emon pernah patah hati? Kalau Emon lagi suntuk dan malas melucu, kira-kira orang masih suka nggak sama Emon?

Semua orang memainkan peran di kehidupannya masing-masing. Nggak cuma di cerita saja. Di lingkungan pertemanan kita juga pasti ada saja yang jadi Mas Boy-nya, sang idola, jadi Kendi, yang jagoan, jadi Emon yang menghibur. Tapi bagaimana kalau peran masing-masing karakter ini menjadi manusiawi seperti di kehidupan nyata, dimana sang idola juga tidak selalu sempurna, sang jagoan bisa juga takut, sang penghibur juga terkadang bad mood?

Segala macam stereotype mengenai Emon pastinya sudah ada di benak kita masing-masing. Apalagi saat sebuah pertanyaan tergelontorkan, Siapa yang sekarang paling cocok memerankan Emon? Beberapa nama dengan karakter genit dan jenaka keluar. Tapi tahu nggak kalau karakter asli Emon di gagasan cerita sandiwara radio jaman dulu di Prambors hanyalah anak orang kaya yang kelewat manja?

Thursday, February 4, 2010

About The Writer


Catatan si Boy adalah sebuah Generation Icon yang fenomenal. Kisah tentang catatan harian seorang anak muda, bernama Boy, ini telah hadir dalam sandiwara radio Prambors selama bertahun-tahun dan meneruskan popularitasnya dalam film yang dibuat hingga 5 sekuel. Kini untuk pertama kalinya, catatan harian yang paling terkenal di negeri ini, telah menjelma menjadi wujudnya sendiri.. sebuah catatan yang dapat Anda pegang dan baca dalam waktu dekat.

Mengenai sosok penulis yang berada dalam pembuatan buku ini. Rio Haminoto adalah penulis yang lebih dikenal sebelumnya dengan buah karya seperti Don Joviano dan Kionelle: The Avenue to Northern Ireland. Pria ini juga alumnus SMA Kanisius Menteng yang menyelesaikan pendidikan kesajarnaannya di Universitas Clark, Worcester-Massachussets, bidang pemerintahan dengan spesialisasi Politik Internasional. Dalam produksi buku ini, dirinya bekerjasama dengan Masima & Tuta Production dalam mengingatkan Anda tentang karakter idola si Boy yang telah begitu membekas di ingatan para penggemar film sebelumnya sekaligus memperkenalkan kembali tokoh 'ciamik' ini kepada generasi muda.

Penasaran? Nantikan kabar selanjutnya yaa...

Tuesday, February 2, 2010

Boy Bukan Playboy


Pernah denger nama-nama ini; Grace, Martini, Dewi, Virya, Inka, Antharini, Dinarza, Penny, Sinta, Titi, Jacky, Rika, Sylvi, dan Aidina?

Banyak juga yah? Gue yakin nggak semuanya familiar di ingatan kamu. Tapi semua nama itu pernah singgah di hati Boy, cowok berumur 21 tahun yang sering di cap playboy.
Sebelum mati-matian membela kalau Boy itu bukan playboy, kita inget-inget lagi yuk kisah cintanya Boy tuh bagaimana.

Boy percaya banget sama yang namanya cinta pada pandangan pertama. Buat Boy cinta itu nggak bisa tumbuh pelan-pelan, yang bisa tumbuh pelan-pelan itu namanya sayang. Rasa sayang yang dipaksa tumbuh perlahan tanpa adanya cinta di awalnya itu mungkin saja, tapi nggak janji akan bikin bahagia. Sedangkan cinta itu bisa sekejap saja muncul saat pertama kali kita melihat seseorang, itu dia yang dirasakan Boy ketika pertama kali melihat Nuke.

Seseorang playboy akan mati-matian memberi kesan hebat saat kencan pertama, tujuannya supaya tuh cewek cepat kepincut. Apakah kehebatan yang ditampilkan itu jujur atau palsu, itu urusan nanti, yang penting rencana jangka pendek terpenuhi. Boy yang jatuh cinta pada pandangan pertama justru sebaliknya. Dia mati-matian menunjukkan kejujurannya.

Masa-masa bersama Nuke memang indah, tapi singkat. Nuke dipisahkan dari Boy oleh Mr. Bo (bokap) dan Mrs. Nyo (nyokap)-nya Nuke, dengan dalih supaya bisa konsentrasi belajar.

Patah hati nggak langsung membuat Boy terjun dari lantai 5 pusat perbelanjaan, justru membuatnya berpikir positif, kalau memang jodoh pasti akan kembali.
Tanpa larut lama dalam kesedihan, sosok cewek cantik berwajah indo masuk di kehidupan Boy, Vera namanya. Boy bertemu Vera saat cewek cantik ini lagi teriak histeris sampai pingsan saat ospek. Dari awal ketemu saja sudah bikin ribet, belum lagi perbedaan prinsip yang mendasar. Boy sadar banget kalau pacaran sama Vera pasti jalan nggak akan mulus-mulus saja seperti waktu sama Nuke. Tapi itu dia tantangannya, perempuan secantik Vera pantas diperjuangkan.

Masih ingat pertama kali Boy ngajak Vera kencan? Kalau dulu Nuke pertama kali diajak Boy makan mie di pinggir jalan, naik mobil tanpa AC, kini Vera diajak makan malam di restoran “Memories” di Wisma Indocement dengan suasana romantis. Boy tahu banget bagaimana menyesuaikan dengan cewek yang lagi dideketinnya, bagaimana bertoleransi, bagaimana membuat cewek ‘keleper-keleper.’ Nggak mungkin dong cewek kayak Vera diajak naik mobil nggak ber AC terus makan di pinggir jalan. Bisa ilfil dia sama Boy!
Tapi kenapa Boy bertindak seperti ini, kenapa berbeda dengan waktu sama Nuke? Kenapa dia harus berusaha memberi kesan baik terhadap Vera? Apakah semata-mata karena ingin menaklukannya? Menjadikannya pelarian?

Nggak semua orang bisa semudah itu atau secepat itu beralih dari satu hubungan ke hubungan yang lain, terutama jika melibatkan perasaan yang mendalam. Ada yang harus benci dulu, ada yang harus sendiri, merenung berbulan-bulan, ada yang melupakan kesedihan dengan memilih kebahagiaan baru. Ini dia yang sering di cap playboy.

Kebahagiaan baru itu sering diasosiasikan dengan ‘pelarian,’ yang biasanya berkonotasi negatif. Padahal pelarian itu nggak selamanya negatif loh. Kalau orang baru bisa membuat kita senang, bahagia, hingga lupa akan kesedihan yang lalu, kenapa kita harus melawannya? Bukankah pelarian itu bisa membuat kita jadi bersemangat?
Lalu bagaimana dengan perasaan si cewek yang jadi pelarian? Kuncinya adalah cari pelarian yang secara fisik kamu suka, yang potensial untuk jadi pacar. Kalau ternyata nyambung, kan pelan-pelan bisa timbul rasa sayang dan bisa ‘bokinan’ beneran. Kalau ternyata nggak nyambung, kan bisa punya alasan untuk pisah tanpa jadi menyakiti.

Seseorang pernah bilang pada gue:

"There's always a hole in your heart, and for you, the only thing who can fill them is someone with skirt!”

Dalam kasus Boy, lubang di hatinya ini adalah porsi untuk mencintai yang nggak ada penyalurannya lagi semenjak ditinggal oleh Nuke. Makanya Boy selalu punya energi untuk mendekati cewek-cewek yang menarik baginya, demi menutup lubang itu. Masuk akal kan kenapa Boy dicap playboy?

Menikmati Catatan Si Boy, berarti menikmati cerita jujur dari seorang yang didaulat sempurna, ganteng, pintar, kaya, soleh, tapi tidak sesempurna itu di departemen cinta. Kisahnya menceritakan kacamata seorang laki-laki yang mudah tertarik pada kharisma seorang perempuan, tapi hanya setia pada satu cinta.

Bagaimana akhir cerita cintanya? Tunggu saja postingan-postingan selanjutnya. Gue gentur (tidur) dulu ye ciiingg!!